Kamis, 30 Juli 2009

Tamasya Ke Kampung Halaman

Di pinggiran metropolitan hiduplah keluarga yang hidupnya sangat sederhana, itulah keluarga kami, aku adalah anak tunggal yang tidak memiliki adik ataupun kakak, setiap hari aku hanya makan seadanya terkadang hanya makan nasi dengan mie atau roti kalau ada, aku jarang sekali bepergian atau berjalan-jalan kecuali karena suatu sebab mendadak. Pada suatu hari aku berjalan-jalan ke Taman Safari karena mendapatkan juara satu di kelasku. Aku berangkat bersama teman–temanku yang lain. Begitu senangnya hatiku, bisa berjalan-jalan ke tempat itu. Kami berangkat menggunakan bis, aku duduk di samping kedua orang tuaku, begitu sampai di Taman Safari kami berkeliling dengan bis itu melihat-lihat berbagai binatang yang berada di situ, setelah puas rombongan kami berhenti di sebuah lapangan berumput hijau lalu kami membuka beberapa tikar yang cukup untuk orang yang ikut rombongan di bis yang kami tumpangi.

Semua membuka bekal masing-masing kecuali aku, aku tak punya bekal, aku duduk termenung tiba-tiba ada orang yang mencolek punggungku lalu ia bertanya “Kamu mau makan?”. Aku menjawab pelan “Sedikit saja bu” kataku malu –malu, lalu orang itu memberikan nasi dan daging banyak sekali, “Bu kok banyak sekali ?” kataku, “Kalau kebanyakan berikan kepada orang tuamu, nak panggil orang tuamu ibu mau berkenalan”, seteah aku makan dan orang tuaku sudah berkenalan, kami pulang ke rumah. Setelah sampai aku tertidur pulas di atas kursi panjang.

Setahun kemudian ibu yang bertemu di Taman Safari itu ke rumahku membawakan kue tart tiga bungkus, uang sebanyak Rp. 100.000.00 [ seratus ribu rupiah ] dan durian montong sebanyak dua buah, kami segera mengucapkan terima kasih kepadanya. Dan kami juga bersyukur mendapatkan uang sebesar itu karena sudah beberapa tahun kami tidak pernah lagi pulang ke kampung ayah, maka uang itu digunakan untuk pergi ke kampung ayah. Di sana aku sangat bahagia karena bisa bertemu keluarga yang dari dulu kuidam idamkan karena sudah lama tidak bertemu. Pada waktu sholat Idul Fitri aku melihat ibu yang telah memberikan uang kepadku dulu, rupanya dia juga warga dari kampung ayah yang sudah lama tinggal di Jakarta. Kami segera berpelukan dan saling bermaaf-maafan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar